Berkabung dari Kematian, Taziyah dan Tahlilan
DAFTAR ISI
- Meratapi Mayat
- Hukum Membacakan Al-Qur’an Kepada Orang Mati Di Dalam Rumahnya
- Membacakan Al-Qur’an Untuk Mayat
- Al-Hadaad (Berkabung Dari Kematian)
- Ungkapan Takziyah yang Terbaik
- Dianjurkan Berbelasungkawa Sejak Meninggal dan Tidak Ada Batas Akhirnya
- Apakah Dianjurkan Berpelukan dan Mencium Ketika Bertakziyah?
- Beberapa Praktek Bid’ah Dalam Ta’ziyah dan Penyertaannya
Mengumumkan Berita Duka Melalui Sarana Komunikasi Modern
- Hukum Menyelenggarakan Upacara Duka
- Menghadiri Tahlilan Kematian
- Hadits Dhaif (Lemah) Tentang Tahlilan Untuk Orang Mati
- Tahlilan (Selamatan Kematian) Adalah Bid’ah Munkar
Kata “ta`ziyah”, secara etimologis merupakan bentuk mashdar (kata benda turunan) dari kata kerja ‘aza. Maknanya sama dengan al aza’u. Yaitu sabar menghadapi musibah kehilangan.
Dalam terminologi ilmu fikih, “ta’ziyah” didefinisikan dengan beragam redaksi, yang substansinya tidak begitu berbeda dari makna kamusnya.
Penulis kitab Radd al Mukhtar mengatakan : “Berta’ziyah kepada ahlul mayyit (keluarga yang ditinggal mati) maksudnya ialah, menghibur mereka supaya bisa bersabar, dan sekaligus mendo’akannya”.
Imam al Khirasyi di dalam syarahnya menulis: “Ta’ziyah, yaitu menghibur orang yang tertimpa musibah dengan pahala-pahala yang dijanjikan oleh Allah, sekaligus mendo’akan mereka dan mayitnya”.
Imam Nawawi rahimahullah mengatakan : “Yaitu memotivasi orang yang tertimpa musibah agar bisa lebih bersabar, dan menghiburnya supaya bisa melupakannya, meringankan tekanan kesedihan dan himpitan musibah yang menimpanya”.
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/124963-berkabung-dari-kematian-taziyah-dan-tahlilan.html